I
was sinking deep in sin/Love lifted me. Aku tenggelam sangat dalam di
lautan dosa, tetapi Kasih mengangkatku. Ditulis pertama kali oleh John
Rowe pada tahun 1912. Dan lebih dari 100 tahun kemudian, lagu itu
dinyanyikan lagi di GKI Sarua Indah, tadi pagi, melalui Nyanyikanlah
Kidung Baru (NKB) 19: Dalam Lautan yang Kelam.
John Rowe adalah
seorang pencipta lagu-lagu rohani yang sepanjang hidupnya diperkirakan
sudah menghasilkan ribuan bahkan puluhan ribu lagu. Dan itu dikerjakannya bukan dengan mudah.
Sama seperti banyak orang-orang kreatif lainnya, yang selalu gelisah
dalam kawah penciptaan, Rowe tidak terkecuali. Imigran Wales yang hijrah
ke AS ini, menjalani hidupnya dengan berbagai pekerjaan: pernah menjadi
guru, pegawai negeri dan pekerja kereta api. Sambil bergulat dalam
kehidupan yang demikian itulah ia mencipta lagu-lagu.
Menurut
putrinya, ia menyaksikan sendiri bagaimana ayahnya, dalam sakit yang
dideritanya, menghabiskan hari demi hari bekerja pada kata-kata,
melodi, dan musik untuk berbagai lagu yang berbeda. Dan dalam
penderitaan hidupnya, ia terus berusaha meraih tujuannya, memasukkan
kesaksian imannya dalam kata dan nada, yang sampai kini banyak
diantaranya masih terus kita nikmati.
Dalam beberapa kali
kesempatan ketika rapat persiapan di gereja, secara bercanda tetapi
sebetulnya sangat serius, aku mengimbau agar dalam lagu-lagu dalam tata
ibadah, dicantumkan juga nama pencipta lagunya. Usul ini masih sering
ditanggapi sebagai hal aneh selain merepotkan. Bahkan ada yang
menjawabnya begini: tidak perlu ditulis, toh Tuhan sudah mencatatnya.
Ehm. Iya deh.
Tapi aku serba sedikit tahu bagaimana perjalanan sebuah proses kreatif.
Dan para penulis lagu itu, berhak dikenang tiap kali kita menyanyikan
lagu ciptaan mereka. Seperti kalau kita bertamu ke rumah kerabat, lalu
disuguhi makanan. Kita pasti akan menyempatkan bertanya --entah itu
basa-basi ataupun serius -- siapa yang masak ini ya? Kok enak?.
Begitu pun juga para pencipta lagu itu.
No comments:
Post a Comment