23 April 2014

Remaja dan Sabbatum Sanctum

amartya dan sejumlah kawan-kawan remajanya menjadi pengiring lagu-lagu yang dilantunkan pada ibadah sabbatum sanctum, atau sabtu sunyi di gki sarua indah, 19 april lalu.


sabbatum sanctum sebagaimana kita tahu, ialah ibadah pada hari sabtu sesudah jum'at agung, sebelum hari minggu paskah. menurut tradisi, pada hari sabtu yang sunyi itu, anak tukang kayu yang disalibkan demi menanggung dosa-dosa kita, diturunkan dari kayu salib, lalu dibaringkan di sebuah makam baru di sebuah taman.


yusuf dari arimatealah yang berinisiatif mengambil bangkainya dan menaruhnya di sana. nikodemus yang dulunya pernah 'berdebat' tentang arti lahir baru dengan almarhum yang tersalib itu, juga turut datang ke sana. ia membawa minyak mur dan rempah-rempah. ia juga mengafani jenazah yang penuh luka dan lebam itu.

sabtu yang sunyi karena sabtu adalah hari sabat. siapa yang mau mengurusi mayat pada hari yang suci itu?
sabbatum sanctum ialah ibadah penuh renung, penuh doa. umat tenggelam dalam keheningan diri. menghayati bagaimana kegelapan makam yang ditanggungkannya. menghayati bagaimana tercerai-berainya murid-murid kala itu. untuk kemudian menghayati betapa berharganya keselamatan itu.

umat pada ibadah itu diberi kesempatan menyampaikan doa di sisi salib, yang diletakkan di tengah ruang. doa yang pendek maupun yang panjang. doa yang ringan maupun berat. ucapan penyesalan atau permintaan. sambil dalam hati mencamkan, tuhan pada akhirnya menaklukkan kematian. dan esok hari paskah akan datang.

pada saat itulah para remaja-remaja kami, yang sejak beberapa minggu sebelumnya telah dibimbing oleh ibu pendeta (di tengah-tengah kesibukan pelayanan rutinnya dan di tengah-tengah kesibukan anak-anak remaja itu berkutat dengan soal-soal persiapan un) melantunan lagu-lagu pengantar umat mencapai perenungan dan keheningannya melalui alat-alat musik yang mereka mainkan.

aku bertugas menjadi majelis pendamping pada ibadah yang bersifat reflektif ini dan --seperti biasa-- kecemasan selalu menghinggapiku memikirkan agar tidak ada satu dan lain hal mengurangi khidmatnya ibadah. pada saat persiapan kuusahakan mengecek apakah semua petugas lengkap hadir, termasuk konter, penatua yang menghitung jumlah jemaat yang hadir.

puji tuhan, semua berlangsung lancar. umat yang datang melebihi kapasitas yang diperkirakan panitia. dan lebih lega lagi rasa hatiku karena ternyata ada juga anggota jemaat yang sempat mengambil foto para remaja ini sedang bekerja dalam pelayanannya, di tengah temaram ruangan yang hanya dihiiasi lampu-lampu redup dan lilin.

anggota jemaat itu memberikan foto itu kepadaku, sebab ia mungkin tahu bagaimana excitingnya seorang ayah menyaksikan putrinya turut ambil bagian dalam pelayanan. sekecil apa pun pelayanannya.


ketika kami pulang, aku bertanya kepada amartya yang selama hari-hari latihan sering agak senewen karena nada-nada minor lagu-lagu yang mereka pelajari sering merepotkannya yang memainkan recorder (ya, namanya ternyata itu, bukan seruling seperti yang kupikir. maafkanlah bokapmu yang kampungan ini)bagaimana rasanya melayani dalam ibadah?. ia tersenyum saja.

dan bagiku itu sudah cukup.

No comments:

Post a Comment