Amartya memimpin doa persembahan |
aku sering cemas, tetapi juga sekaligus bangga, betapa anak-anak remaja sekarang sudah demikian seriusnya mempersiapkan masa depannya entah itu di sekolah entah itu di gereja. di zamanku, rasanya semua dilalui serba mengalir saja, mengikuti kemana 'angin takdir' berembus. sekarang, anak-anak itu sudah harus melakoni segala sesuatu dengan penuh perhitungan, penuh perencanaan.
dan, itulah yang terjadi pada semua komisi remaja di gki dimana pun (dan di gereja lain pun kelihatannya demikian). seluruh penyelenggaraan ibadah (kecuali khotbah), mereka kelola dan atur sendiri. mereka yang menjadwal siapa yang jadi mc, siapa kolektan, siapa pemusik, siapa penerima tamu dan seterusnya. mereka yang menetapkan apa pokok-pokok doa syafaat, lagu-lagu apa saja yang dikumandangkan dst.
Remaja GKI Pamulang |
tadi pagi itu, sebagai majelis pendamping, aku hanya duduk belaka, mengawasi anak-anak remaja itu menyelenggarakan ibadah di gereja yang baru satu-dua kali mereka menginjakkan kaki. amartya, putri kami itu, oleh pengurus komisi remaja gki sarua indah, ternyata ditetapkan bersama seorang kawannya yang lebih senior, menjadi pembawa acara dalam ibadah itu. ia juga membawakan doa persembahan, seperti tampak pada foto sebelah kiri, yang membuatku tak bisa menahan diri (oh tuhan, maafkanlah) mengeluarkan ponsel dan memotretnya.
sekali lagi sebagai orang tua aku merasa berterimakasih, mendapat kesempatan mengenal dunia remaja lewat pelayanan di gereja. aku melihat, di balik tingkah para remaja itu yang kelihatan acuh tak acuh, seperti tidak ada aturan dan kadang-kadang bagaikan orang linglung (pada foto sebelah kanan) mereka itu sebetulnya dengan kecerdasan mereka sendiri menyimak dan menghayati ibadah yang berjalan. mereka menyeletuk manakala pengkhotbah mereka anggap melantur. mereka manggut-manggut manakala mereka merasa mendapatkan sesuatu.
dan ketika mereka berdoa, terasa betul tak ada 'bunga-bunga kata' dalam rangkaian permohonan yang mereka panjatkan, seperti yang sudah umum menjadi ciri orang dewasa dan orang tua.
di mobil ketika kami pulang dari ibadah itu, kami masih sempat mendiskusikan apa saja yang bisa kami pelajari dari gki pamulang yang besar itu, untuk bisa diterapkan di gki sarua indah yang kecil. dan sekali lagi, anak-anak remaja itu ternyata dengan lebih cepat dan lebih lugas bisa merumuskan apa yang ingin mereka lakukan.
tuhan, seandainya aku bisa hidup 100 tahun lagi, aku masih ingin sekali lagi melihat anak-anak remaja itu berdoa, mengumpulkan kolekte, membacakan mazmur dengan cara mereka sendiri, dalam bahasa yang seakan tergesa-gesa, dalam kalimat-kalimat yang kadang-kadang tak tersusun rapi, tetapi terasa betul ia datang dari kesadaran yang penuh bukan hanya dari hati tetapi juga pikiran (rasio).
No comments:
Post a Comment