09 September 2014

Alasan Memilih GKI

Ini adalah official picture dari Persidangan XIII Majelis Klasis GKI Klasis Jakarta II di Hotel Santika Premiere Bintaro, 11-12 Juli lalu. Baru tadi saya dapat setelah browsing dan akhirnya berlabuh di web GKI Jateng. Bila banyak sekali diantara kami yang mengacungkan dua jari, itu bukan karena sebagian besar kami memang pendukung Jokowi (itu tidak mungkin ditutup-tutupi. Bahkan Pdt Rudianto Djajakartika dalam khotbah pembuka, menyebut Jokowi sebagai contoh orang yang menjadikan kesederhanaan bukan sekadar pengajaran tetapi perilaku dan gaya hidup). Simbol dua jari pada foto ini lebih sebagai simbol Klasis Jakarta 2.


Sebagai kelanjutan dari persidangan ini, besok subuh aku akan berangkat ke Magelang. Aku turut bergabung sebagai satu dari 10 utusan Klasis Jakarta II ke Persidangan Majelis Sinode Wilayah GKI Jateng yang akan berlangsung di kota 'Akabri' itu. Persidangan berlangsung hingga 12 September nanti.

Limabelas tahun lalu, aku termasuk yang paling getol mendorong agar generasi muda lebih serius melibatkan diri dalam mendorong pertumbuhan gereja-gereja suku, khususnya gereja GKPS, tempatku bertumbuh di masa kecil.

Limabelas tahun lalu, aku hanya bisa membayangkan gereja-gereja suku itulah benteng terakhir dari kepunahan bahasa-bahasa suku, seperti Bahasa Simalungun yang kian tergerus oleh modernisasi.
Sekarang keadaan sudah berubah.

Era reformasi yang mendorong otonomi daerah secara perlahan telah menggeser pusat gravitasi pembangunan ke daerah-daerah. Otonomi telah melahirkan kegairahan baru, termasuk dalam menumbuhkan kecintaan pada daerah, suku dan bahasa suku. Pada gilirannya, gereja-gereja suku tampaknya ikut mendapat berkat dari kemajuan ini. Puji syukur kepada Tuhan, gereja-gereja suku kini semakin maju dan semakin dicintai.

Yang justru kerap mengkhawatirkan dewasa ini ialah perihal siapa yang akan merawat ke-Indonesiaan kita. Otonomi khusus seperti yang dinikmati Aceh dan Papua, lengkap dengan Perda maupun Perdasusnya yang kerap terasa absurd, bisa jadi suatu saat nanti menjadi model yang umum dan gencar disuarakan daerah. Indonesia bisa jadi akan merupakan sekumpulan negara-negara kecil yang riuh rendah dengan aturan masing-masing.

Barangkali kita bisa menghibur diri dengan mengatakan, tidak perlu khawatir selama kita masih punya TNI, Polri dan Bank Indonesia dan nama-nama institusi lain yang menyandang nama Indonesia. Tetapi apakah institusi-institusi itu cukup untuk merawat ke-Indonesiaan kita yang terus mencari bentuk itu?

Kepada anak dan istriku, satu hal yang selalu kutekankan sebagai alasan kenapa kami memilih menjadi jemaat GKI ialah karena kami sebagai keluarga gado-gado, bertanggung-jawab merawat masa depan Indonesia. Dan salah satu caranya adalah dengan menjadi bagian dari GKI, yang sejak awal kemerdekaan secara sadar memilih setia kepada NKRI untuk menjadi kawan sekerja Tuhan di bumi Nusantara ini.

Mungkin motif ini terlalu sekuler atau kurang rohani ya?

No comments:

Post a Comment