24 September 2014

Tenang Teduh di Rumah

Sebuah kisah pendek diceritakan oleh John E. Price:

Beberapa saat yang lalu seorang pemuda di perguruan tinggi pulang ke rumah untuk berlibur akhir pekan. Hal itu di luar dugaan dan agak membingungkan orang tuanya, tapi mereka tetap tenang dalam menyambutnya dan menikmati kunjungannya.


"Saya tahu bapak dan ibu heran dengan kedatangan saya, tapi saya merasa bahwa saya harus datang. Banyak hal telah mengganggu saya akhir-akhir ini, dan menggoncang iman saya. Saya hanya perlu pulang ke rumah untuk mendapatkan suasananya dan merasakan kepastian dari segalanya sekali lagi. Dan saya telah mendapatkannya sekarang," kata dia.

***
Sejak Amartya duduk di bangku SMA, ia jadi pengguna commuter line. Dari sekolahnya, ia hanya perlu melewati dua stasiun untuk tiba di Sudimara, stasiun kereta api terdekat ke rumah kami. Hanya butuh 10 menit.

Dan, kurikulum pendidikan 2013 tampaknya telah sukses merenggut hampir seluruh waktunya. Seringkali ia masih di sekolah hingga pukul 17:00 karena harus mengerjakan tugas-tugas. Pada saat demikian, aku akan menungguinya di stasiun Sudimara, untuk kemudian pulang bersama-sama naik sepeda motor.

Pada saat-saat berdua menembus senja yang nyaris gelap, aku dapat merasakan lelah yang jelas terlihat di wajahnya dan rambutnya yang kusut. Sesekali aku jatuh iba karena ia pasti lapar dan haus. Lalu aku menawarkan bagaimana kalau kami singgah makan bakso, atau makan mie ayam, atau soto bogor, yang outletnya berderet menggoda sepanjang jalan.

Tetapi untungnya (atau sayangnya?) sampai sekarang sekali pun belum pernah ia terima tawaran itu, yang sesungguhnya aku jadikan juga ujian untuk mengetahui sejauh mana ia merindukan 'rumah.' Ia selalu menolak dengan alasan, "Aku capek Pa. Aku ingin cepat-cepat sampai di rumah."

Di sekolah anak-anak kita mungkin sering menghadapi banyak sekali hal-hal baru, yang menyenangkan tetapi juga mungkin yang mengguncangkan. Dan seperti kata John E. Price, semoga ketika ia tiba di rumah, ia menemukan sesuatu yang membuatnya kembali tenang dan teguh, seperti mahasiswa yang diceritakannya itu.

NB: Tulisan ini sebagai hasil renungan setelah menyimak heboh dan kontroversialnya pe-er murid kelas 2 SD perihal 4X6 dan 6x4

No comments:

Post a Comment