02 August 2015

Gado-gado Bulan Budaya

Pendeta Yerusa Maria memimpin ibadah
Bulan Budaya telah dimulai hari ini. Ditandai dengan liturgi beratmosfir Bali pada Minggu pertama bulan Agustus. Semua lagu yang dikumandangkan diambil dari Kidung Pamuji Gereja Kristen Protestan Bali (GKPB). Juga bacaan injil, dibacakan dalam Bahasa Bali.

Sampai sebelum berangkat tadi pagi, aku masih was-was, apakah masih akan kebagian udeng, yaitu ikat kepala pria Bali. Aku ingin sekali mengenakan ikat kepala itu tetapi kelihatannya stoknya sudah habis dipakai oleh para petugas yang akan melayani ibadah hari ini. Maklumlah, umat kami yang berlatar belakang etnis Bali tidak seberapa. Persediaan udeng mereka pasti juga terbatas.


Dulu aku punya udeng, dapat pembagian ketika meliput konferensi WTO di Bali dua tahun lalu. Warnanya oranye. Tetapi aku tak tahu sudah kemana udeng itu.

Dalam hati aku menertawakan diriku sendiri. Kok masih juga membawa kebiasaan Marta adik Maria Magdalena, yang selalu mengkhawatirkan hal-hal kecil seperti udeng Bali itu. Padahal, datang saja beribadah tanpa embel-embel pakaian nuansa Bali itu toh Tuhan tak akan keberatan, kataku dalam hati.

Bersama Pnt K. Wiryanti yang asli Bali
Lagipula panitia sudah mengumumkan jauh-jauh hari bahwa di Bulan Budaya ini umat justru didorong untuk mengenakan busana khas daerah masing-masing. Hanya liturgi saja yang memakai tema etnis tertentu.

Maka aku berangkat dari rumah dengan berpakaian batik dan menyelempangkan ulos di bahu. Kurasa dengan ulos yang kukenakan, orang sudah tahu bahwa aku ingin mengetengahkan identitas diriku sebagai orang Batak. Sedangkan kemeja batik yang kupakai, sengaja kupilihkan batik bercorak Jawa Tengah. Semoga itu bisa juga dibaca sebagai pertanda aku ini dipermenantu oleh orang Jawa.

Warna-warni busana nuansa Bali
Ketika aku tiba di konsistori, salah seorang penatua ternyata sudah menyisihkan satu udeng untukku. Beliau sebenarnya berlatarbelakang etnik Manado-Sunda dan diperistri oleh pria berlatarbelakang etnik Flores. Tetapi rupanya mereka punya beberapa udeng. Tak bisa kusembunyikan betapa senang hatiku. Aku mengenakan udeng itu dengan cepat. Sekelopak kembang juga diselipkan oleh penatua lain, untuk semakin memperjelas ciri khas Bali pada udeng yang kukenakan.

Kurasa kini lengkap sudah gado-gado bulan Budaya ini: udeng Bali, batik Jawa dan ulos Batak bertemu dalam kuali GKI Sarua Indah. Indonesia yang kaya.

Pada kata pembuka yang disampaikan pendeta Yerusa Maria Agustini yang memimpin ibadah, dikatakan begini:
 "Salah satu hal yang luhur dalam budaya Bali adalah orang Bali memandang segala sesuatu sebagai kesatuan kosmis yang ada kaitannya satu dengan lainnya. Ketika salah satu komponen tidak beres, maka semuanya akan terganggu.
Oleh karena itu masyarakat Bali sangat peduli pada alam. Hal seperti ini juga yang menjadi misi Paulus. Tujuan misi Paulus bukanlah Gereja itu sendiri, tetapi rekonsiliasi antara Allah dan dunia karena di dalam Kristuslah Allah mendamaikan diri-Nya tidak hanya dengan Gereja tetapi dengan dunia.

Allah mempunyai misi (Misio Dei). Secara etimologi dari bahasa Latin Misio sama dengan pengutusan dan gereja sebagai agen misinya. Jadi misi merupakan kehadiran Allah di tengah manusia, melalui duta-duta-Nya dengan maksud penawaran perdamaian antara Allah dan alam semesta."

Betapa gembiranya ketika di dalam hatiku aku menyadari bahwa orang Bali juga diperdamaikan dengan Tuhan. Dan kaerna itu aku yakin orang Bali juga akan masuk Surga. bukan hanya Orang Kristen. :)

No comments:

Post a Comment