29 March 2014

Pengelola Harta Milik Tuhan




Harta benda, dimanapun ia dimiliki atau dikelola selalu menggoda orang. Tidak terkecuali dalam gereja. Namun bukan berarti kita menghindar dari pengelolaan harta milik gereja. Bukan berarti juga yang mau mengelolanya bisa dicurigai akan berbuat yang curang. Kalau ini yang merupakan pemahamannnya, mana ada orang yang mau mengelola harta milik gereja? Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang benar supaya kita yang akan/ telah diberikan tugas untuk mengelola harta milik gereja, maupun kita yang bukan pengelola harta milik gereja; kita bisa tetap melakukan pengelolaan harta milik ini dengan baik. Karena pada hakekatnya harta milik gereja adalah harta milik yang Tuhan percayakan kepada jemaat-Nya.

Lalu, apa saja yang dimaksud dengan harta milik? Dalam Pasal 205 Tata Laksana kita[1], maka yang dimaksud dengan harta milik berupa:
1.    Uang dan surat-surat berharga.
2.    Barang-barang bergerak, antara lain kendaraan, mesin-mesin, inventaris kantor, alat-alat musik dan peralatan lainnya.
3.    Barang-barang tidak bergerak, antara lain tanah, gedung gereja, pastori, balai pertemuan, kantor tata usaha dan bangunan-bangunan lainnya.
4.    Kekayaan intelektual, misalnya hak cipta, hak paten, hak merek.

Hal-hal inilah yang perlu dikelola dengan baik oleh Majelis Jemaat. Bagaimana mengelolanya? Bagaimana mengusahakannya? Hal inilah yang akan sama-sama kita bahas.

Persembahan dan Pengelolanya
Sumber dari harta milik yang dimiliki oleh sebuah jemaat adalah berasal dari persembahan anggota, sumbangan-sumbangan atau hibah yang tidak mengikat, dan usaha-usaha lain. Tentang persembahan dalam berbagai namanya itulah yang kemudian patut dikelola oleh jemaat. Dalam hal ini dipercayakan kepada Majelis Jemaat untuk mengelola harta milik itu[2].
Sebelum kita masuk kepada pengelolaannya, maka bagi jemaat perlu ada pemahaman yang benar tentang persembahan, sumbangan dan usaha lain yang sudah ia/ mereka berikan. Kita semua sebagai jemaat perlu  pemahaman:
1.    Jikalau kita sudah memberikan persembahan, persembahan itu adalah merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan atas berkat-berkat-Nya kepada kita. Jadi, dalam pemahaman GKI, memberikan persembahan itu bukan seperti orang memancing; memberikan umpan yang kecil, untuk mendapatkan ikan yang besar. Dengan pemahaman ini maka jemaat diajak dan diarahkan untuk mengingat berkat-berkat yang sudah Tuhan berikan kepadanya dalam hidup ini (khususnya dalam sepekan yang lalu).
2.    Persembahan itu diberikan kepada Tuhan untuk dikelola oleh Majelis Jemaat. Jadi, tidak boleh ada jemaat yang “meminta kembali”, atau “meminta imbalan atas persembahan yang ia berikan”. Karena itu diingatkan: memberikan persembahan dengan rela hati dan tanpa paksaan[3]. Jikalau memberikan hendaklah itu tidak dikaitkan dengna partisipasi, apalagi soal partisipasi uang atau jasa[4]. Seberapapun besarnya kontribusi kita, maka itu tidaklah boleh dianggap sebagai jasa kita karena apapun yang kita berikan kepada Tuhan melalui gereja-Nya adalah sebagai ungkapan syukur kita kepada Tuhan.

Dengan pemahaman di atas diharapkan seluruh jemaat mempunyai komitmen yang jelas dalam hal memberikan persembahan kepada Tuhan dengan tanpa menjadikan persembahan itu sebagai “senjata” untuk mendapat keinginan pribadinya. Bagaimana dengan sumbangan? Sumbangan yang diterima oleh Majelis Jemaat, prinsipnya sama: persembahan dari orang atau lembaga yang tidak menentukan arah pelayanan gereja sehingga gereja tidak kehilangan jatidirinya. Tentang usaha-usaha yang dimaksud, tentu usaha dana yang benar, dan tidak melanggar Firman Allah, misalnya soal narkoba atau minuman keras.

Pemahaman tentang persembahan adalah merupakan milik Tuhan tentu juga penting bagi orang-orang yang diberi tanggung jawab mengelola dalam arti memanfaatkan harta milik itu untuk kegiatan-kegiatan kita. Penting karena apa yang dimanfaatkan untuk pelaksanaan program bukanlah untuk dihabiskan, namun harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pemanfaaatan harta milik (baca: uang) untuk program.

Sama dengan Majelis Jemaat, maka setiap bendahara badan pelayanan juga perlu mempunyai penghayatan bahwa : dirinya adalah pribadi yang diberikan kepercayaan untuk mengelola dan mengusahakannya. Ingatlah dalam kisah Kejadian. Dalam Kejadian 1 : 26 – 28; ketika manusia diciptakan, maka manusia sekaligus sebagai mandataris Allah untuk mengusahakan dan merawat bumi dan segala isinya. Tentu dalam hal ini manusia harus memahami dan menghayati pengelolaan bumi ini dengan baik, dan menjalankannya sebaik-baiknya[5]. Dengan pengelolaan yang baik maka harta milik itu bisa dipakai untuk mendukung tugas panggilan dan tugas pengutusan (misi Allah) gereja di dunia. Ini yang juga dialami oleh jemaat mula-mula. Ketika pelayanan kepada janda-janda dari golongan orang-orang Yahudi berbahasa Yunani terabaikan. Karena itu rasul-rasul menunjuk tujuh orang Diaken mengelola penyaluran bantuan kepada mereka[6].

Pengelola utama harta milik jemaat adalah bendahara. Bendaharalah yang mengatur pemanfaatan keuangan jemaat supaya jemaat melaksanakan misi Allah. Tentu bendahara tidak sendirian. Apa yang ia lakukan merupakan pelaksanaan dari keputusan Majelis Jemaat yang dituangkan dalam program-program maupun keputusan yang dilakukan dalam Persidangan atau rapat lainnya. Bendaharalah yang mendistribusikan kebutuhan dari semua bagian dalam jemaat, sehingga kegiatan yang sudah dirancangkan bisa berjalan dengan baik, dan keputusan yang diambil bisa dilaksanakan. Bendahara-bendahara badan pelayanan bertanggung jawab atau mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan di badan pelayanannya kepada Majelis Jemaat, dalam hal ini bendahara Majelis Jemaat. Jika dibutuhkan, maka bisa ditunjuk kasir. Namun, alangkah baiknya kalau bendahara Majelis Jemaat dan bendahara badan pelayanan bisa berkomunikasi langsung.

Sebagaimana dikatakan di atas, program-program dan keputusan dari persidangan atau rapat yang memerlukan biaya diatur penyalurannya oleh bendahara. Berkaitan dengan bendahara, maka baik bendahara Majelis Jemaat maupun bendahara badan pelayanan juga terlibat dalam program itu, yang berupa: perencanaan – pelaksanaan – evaluasi program. Dalam hal itu, maka peran bendahara tentu penting. Sesuai dengan program-program, maka bendaharapun (baik Majelis Jemaat maupun bada pelayanan) juga melakukan perencanaan keuangan program – pelaksanaan keuangan program, dan evaluasi keuangan program. Pengelolaan ini harus jelas dan transparan.:

Pendelegasian Pengelolaan Harta Milik
Majelis Jemaat yang diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk mengelola harta milik ini tentu juga tidak bisa mengelola sendiri semuanya. Seberapa perlunya dibentuk badan-badan pelayanan oleh Majelis Jemaat haruslah disesuaikan dengan kebutuhan tiap jemaat. Jemaat yang mempunyai harta benda yang banyak tentu berbeda pengelolaanya dengan jemaat yang memiliki harta milik yang sederhana. Namun, harus diingat: semua harus dikelola dengan baik.
Tentu pengelolaan di atas pertama-tama menjadi tugas dan wewenang Bendahara sebagai pengelola persembahan, namun bukan berarti semua hal adalah tanggung jawab Bendahara. Paling tidak memang perlu ada satu bidang yang mengelola hal itu sehingga harta milik selain uang dan surat-surat berharga sehingga bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menunjang sebuah jemaat melaksanakan tugas panggilan dan tugas pengutusannya.

 (baca: melaksanakan kegiatan-kegiatan, baik dalam rangka persekutuan maupun kesaksian dan pelayanan). Dalam Tata Laksana hal ini berupa barang-barang bergerak, antara lain kendaraan, mesin-mesin, inventaris kantor, alat-alat musik dan peralatan lainnya, dan barang-barang tidak bergerak, antara lain tanah, gedung gereja, pastori, balai pertemuan, kantor tata usaha dan bangunan-bangunan lainnya[7]. Bidang itu tentu juga dijabat oleh Majelis Jemaat, dengan dibantu oleh beberapa badan pelayanan[8], dengan melibatkan anggota jemaat dan simpatisan. Biasanya bidang ini memang dikenal dengan bidang Penatalayanan atau bidang Sarana Prasarana[9].
Lalu, apa tugasnya? Tentu sebagai bidang Penatalayanan, atau Sarana dan Prasarana bidang ini mengurusi segala hal yang berkaitan dengan harta milik jemaat di atas. Bidang ini bertugas untuk mengusahakan dan memelihara harta milik yang dipercayakan kepada jemaat. Pengelolaan ini termasuk dalam hal mengatur keluar masuk barang, mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan dalam rangka pelayanan, mendata harta yang dimiliki oleh Majelis Jemaat dan badan pelayanannya[10].

Penutup
Harta miliki yang Tuhan percayakan kepada jemaat haruslah bisa dikelola dengan baik untuk pelaksanaan tugas panggilan dan tugas pengutusan gereja. Pengelolaan bukan merupakan upaya gereja untuk mengembangkan sebesar mungkin harta miliknya namun bagaimana mempertanggungjawabkan harta milik Tuhan yang dipercayakan kepadanya sehingga harta milik itu menjadi alat dalam pelayanan. Pengelolaan ini haruslah merupakan pengelolaan yang benar (sesuai dengan Firman Tuhan) dan baik.
Pengelola utama dari harta milik adalah bendahara. Dalam pengelolaan harta milik yang berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak, bendahara dibantu oleh sebuah bidang yang mengelolanya dengan baik.



[1] Dikutip dari Tata Gereja dan Tata Laksana GKI
[2] Lihat Tata Dasar XLVI Pasal 205 – 211
[3] Band. II Kor. 9 : 7
[4] Ini juga berlaku kalau soal aktivitas: “Aku kan sudah melayani ini, melayani itu…”
[5] Band. Kejadian 2 : 14 – 15
[6] Kis. 6 : 1 – 7
[7] Kutipan dari Tata Laksana Pasal 205:2 – 3
[8] Sedikit atau banyaknya badan pelayanan juga tergantung kepada kebutuhan dari jemaat tersebut. Tidak perlu memaksa diri dengan jemaat lain, atau terlalu “pelit” untuk membentuk badan pelayanan. Ingat: tugas badan pelayanan adalah menolong Majelis Jemaat untuk melaksanakan tugasnya; mengelola kehidupan jemaat, termasuk dalam hal mengelola harta milik.
[9] Penamaan tergantung masing-masing jemaat.
[10] Catatan : sebaiknya harta milik jemaat ada di tempat yang sama, bukan tersebar di berbagai tempat, apalagi di rumah-rumah.


(Ini adalah makalah yang disampaikan oleh Pdt. Agus Wijaya pada Pembinaan Penatalayanan Jemaat di GKI Sarua Indah, Maret 2014)

No comments:

Post a Comment