12 July 2014

Utusan ke Sidang Majelis Klasis

Bertambah lagi satu kaus seragamku. Sejak kemarin pagi hingga tadi siang, GKI Jateng Klasis Jakarta II mengadakan Persidangan Majelis Klasis di Hotel Santika Premiere, Bintaro, Jakarta. Dipimpin oleh Pdt Yerusa Maria, aku dan empat penatua lainnya, menjadi utusan gereja kami, GKI Sarua Indah, ke persidangan ini. Dan, panitia membagikan kaus seragam untuk kami pakai selama persidangan pada hari kedua.


Hotel Santika Premire Bintaro sebetulnya cuma 15 menit naik ojek dari rumah. Tetapi panitia mengharuskan lebih kurang 100 utusan dari 13 jemaat di lingkungan GKI Jateng Klasis II itu untuk bermalam. Agenda persidangan memang padat. Kemarin kami memulai sidang pukul 08:00 dan berakhir pukul 22:00.


Untuk kesekian kalinya aku takjub oleh kepiawaian para sarjana-sarjana teologia yang berprofesi sebagai pendeta itu dalam berargumen, berdebat dan bahkan berbantah-bantahan. Mereka membungkusnya dengan bahasa yang sebegitu rupa sehingga yang kubayangkan selama perdebatan itu adalah surat-surat Rasul Paulus yang mendayu-dayu itu, karena demikian subtilnya dalam melancarkan pujian maupun kritik, bahkan kadang-kadang kita terkecoh mana yang ya mana yang tidak.

Dan itu memang diperlukan, sebab sejumlah materi yang diperdebatkan harus dicerna dengan kecepatan yang terkendali, mengingat tingkat pemahaman kami yang datang demikian beragam. Aku membayangkan, andai perdebatan semacam itu terjadi di ruang redaksi, sudah sejak siang kemarin ada yang meninggalkan ruang dan memilih jalan-jalan ke Bintaro Exchange yang hanya beberapa ratus meter dari situ, atau malah tidur mendengkur :).

Tetapi sidang demi sidang ternyata berjalan lancar. Peserta juga penuh antusiasme, apalagi semua ruangan yang dipakai menyediakan fasilitas free wifi. Ternyata membicarakan iman itu tidak semembosankan kala PA atau kala membaca-baca buku Dr. J.Verkuyl tempo dulu.

Yang sedikit di luar dugaanku adalah, ternyata Panitia Nominasi menetapkanku menjadi salah satu utusan Klasis Jakarta II ke Sidang Sinode Wilayah GKI Jateng di Magelang, pada September mendatang. Sungguh-sungguh sebuah kejutan yang mencemaskan, tetapi justru kusambut dengan niat bulat sebagai panggilan yang harus terjawab. Lagipula, aku merasa makin terbiasa dan terpesona dengan gaya berdebat para teolog itu.

Kurasa ini pasti berkat doa sekaligus 'kutuk' bapaku, yang dulu semasa dia penatua, berkali-kali menjadi utusan gereja kami di kampung halaman ke Sinode Bolon (Sinode Akbar) Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Barangkali di dalam hatinya apabila ini ia tahu, ia mungkin senang tetapi sekaligus berkata, "Rasain lu, sekarang kau rasakan bagaimana repot dan sibuknya kami dulu."

No comments:

Post a Comment