Setelah tiga hari di perjalanan akhirnya tiba juga beberapa helai
kaus berlogo GKI Sarua Indah di kampung halaman, Sarimatondang.
Kaus-kaus itu aku kirimkan via pos. Ketika melalui telepon bapa
mengabarkan bahwa kiriman itu sudah sampai, aku minta kepadanya agar
apabila mereka memakainya, tolong difoto. Dan bapa menyetujuinya. Itulah
foto yang ada di sebelah kiri dibawah ini.
Hari Minggu lalu,
secara berkelakar aku memposting gambar ini di grup anggota majelis
gereja kami dengan caption, "Puji Tuhan, kaus GKI Sarua Indah sudah
menjangkau Sarimatondang." Beberapa orang menimpalinya dengan tawa dan
canda. Aku turut senang dan bangga.
Mohon maaf kepada kawan-kawan
yang bergereja di Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Dengan
meminta mereka berfoto demikian, bukan maksudku untuk membujuk bapa dan
mamak yang merupakan penatua (emeritus) GKPS itu bergabung dengan
gereja anaknya, GKI. Kalau itu sudah pasti tak kan mungkin berhasil.
Hingga ke tulang sumsum mereka sudah GKPS. Bahkan seandainya mereka
memasak ayam panggang khas Simalungun yang disebut dayok nabinatur, rasa
masakan yang mereka hasilkan itu bukan lagi sekadar rasa ayam panggang
khas Simalungun tetapi sudah lebih spesifik lagi, yaitu rasa ayam
panggang khas GKPS. Jadi dalam hal ini sudah pasti tipis kemungkinan
bapa dan mamak beralih dari gereja yang dulunya dirintis oleh misionaris
Agus Theis dari Jerman itu.
Sebab musabab aku mengirimkan
kaus-kaus itu ialah untuk mengirimkan semacam isyarat atau gesture
kolegialitas atau ke-rekansekerjaan, bukan lagi hanya salam seorang anak
kepada orang tuanya. Sebab-musabab lainnya adalah keinginan untuk
membalas isyarat dan gesture serupa, yang sejak dulu sudah sering
disampaikan bapa dan mamak kepadaku.
Aku ingat, setiap kali
mereka berkunjung ke Jakarta dan tinggal di rumah kami, bapa dan mamak
tidak pernah lupa menawariku (dan pasti akan kuterima, tidak ada alasan
menolak) buku Susukkara GKPS, yaitu semacam buku harian wajib penatua
GKPS, yang berisi ayat-ayat Alkitab setiap hari lengkap dengan
lajur-lajur untuk membuat catatan.
Kala lain, bapa sengaja
membawakanku Alkitab berbahasa Simalungun, yang tebalnya dua kali
Alkitab standar, karena huruf-hurufnya yang lebih besar dan digandengkan
pula dengan buku nyanyian Haleluya, yakni buku nyanyian gerejawi resmi
GKPS. Bersamaan dengan itu diberikannya pula Ambilan pakon Barita, yaitu
majalah internal GKPS berisi panduan khotbah setiap bulan
.
Setiap kali bapa dan mamak memberikan 'suvenir-suvenir' itu manakala
mereka berkunjung ke Jakarta, aku selalu menerimanya dengan berusaha
memahami sekaligus makna yang diucapkan maupun tidak mereka ucapkan
lewat pemberian itu. Dalam ucapan, bapa biasanya hanya berkata, "Ini
buat kamu baca-baca." Tetapi aku tahu, yang mereka inginkan jauh lebih
banyak dan lebih dalam dari itu.
Ketika hari Senin lalu aku
mengirimkan kaus-kaus itu yang sengaja kupesan dari Panitia Retreat,
yang terbersit di benakku adalah ingin menyampaikan pesan kepada bapa
dan mamak, bahwa kini anak mereka yang telah menjadi bagian dari kolega
mereka, siap menerima bimbingan dan syukur-syukur menjalin kerjasama.
Memang kolega mereka yang mengirimkan kaus itu masih anak bawang, baru
tahu kulit-kulitnya dan sering tabrak sana tabrak sini. Karena itu doa
dan bimbingan kolega senior itu sangat penting.
Bulan depan,
semoga mereka mengirimi aku ulos suri-suri yang sudah dipermak jadi jas
atau dasi sebagai balasan dari kaus itu. Boleh kan berharap begitu?
No comments:
Post a Comment