12 August 2014

Salam Kolegialitas kepada Bapa

Setelah tiga hari di perjalanan akhirnya tiba juga beberapa helai kaus berlogo GKI Sarua Indah di kampung halaman, Sarimatondang. Kaus-kaus itu aku kirimkan via pos. Ketika melalui telepon bapa mengabarkan bahwa kiriman itu sudah sampai, aku minta kepadanya agar apabila mereka memakainya, tolong difoto. Dan bapa menyetujuinya. Itulah foto yang ada di sebelah kiri dibawah ini.


Hari Minggu lalu, secara berkelakar aku memposting gambar ini di grup anggota majelis gereja kami dengan caption, "Puji Tuhan, kaus GKI Sarua Indah sudah menjangkau Sarimatondang." Beberapa orang menimpalinya dengan tawa dan canda. Aku turut senang dan bangga.

Mohon maaf kepada kawan-kawan yang bergereja di Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Dengan meminta mereka berfoto demikian, bukan maksudku untuk membujuk bapa dan mamak yang merupakan penatua (emeritus) GKPS itu bergabung dengan gereja anaknya, GKI. Kalau itu sudah pasti tak kan mungkin berhasil. Hingga ke tulang sumsum mereka sudah GKPS. Bahkan seandainya mereka memasak ayam panggang khas Simalungun yang disebut dayok nabinatur, rasa masakan yang mereka hasilkan itu bukan lagi sekadar rasa ayam panggang khas Simalungun tetapi sudah lebih spesifik lagi, yaitu rasa ayam panggang khas GKPS. Jadi dalam hal ini sudah pasti tipis kemungkinan bapa dan mamak beralih dari gereja yang dulunya dirintis oleh misionaris Agus Theis dari Jerman itu.

Sebab musabab aku mengirimkan kaus-kaus itu ialah untuk mengirimkan semacam isyarat atau gesture kolegialitas atau ke-rekansekerjaan, bukan lagi hanya salam seorang anak kepada orang tuanya. Sebab-musabab lainnya adalah keinginan untuk membalas isyarat dan gesture serupa, yang sejak dulu sudah sering disampaikan bapa dan mamak kepadaku.

Aku ingat, setiap kali mereka berkunjung ke Jakarta dan tinggal di rumah kami, bapa dan mamak tidak pernah lupa menawariku (dan pasti akan kuterima, tidak ada alasan menolak) buku Susukkara GKPS, yaitu semacam buku harian wajib penatua GKPS, yang berisi ayat-ayat Alkitab setiap hari lengkap dengan lajur-lajur untuk membuat catatan.

Kala lain, bapa sengaja membawakanku Alkitab berbahasa Simalungun, yang tebalnya dua kali Alkitab standar, karena huruf-hurufnya yang lebih besar dan digandengkan pula dengan buku nyanyian Haleluya, yakni buku nyanyian gerejawi resmi GKPS. Bersamaan dengan itu diberikannya pula Ambilan pakon Barita, yaitu majalah internal GKPS berisi panduan khotbah setiap bulan
.

Setiap kali bapa dan mamak memberikan 'suvenir-suvenir' itu manakala mereka berkunjung ke Jakarta, aku selalu menerimanya dengan berusaha memahami sekaligus makna yang diucapkan maupun tidak mereka ucapkan lewat pemberian itu. Dalam ucapan, bapa biasanya hanya berkata, "Ini buat kamu baca-baca." Tetapi aku tahu, yang mereka inginkan jauh lebih banyak dan lebih dalam dari itu.

Ketika hari Senin lalu aku mengirimkan kaus-kaus itu yang sengaja kupesan dari Panitia Retreat, yang terbersit di benakku adalah ingin menyampaikan pesan kepada bapa dan mamak, bahwa kini anak mereka yang telah menjadi bagian dari kolega mereka, siap menerima bimbingan dan syukur-syukur menjalin kerjasama. Memang kolega mereka yang mengirimkan kaus itu masih anak bawang, baru tahu kulit-kulitnya dan sering tabrak sana tabrak sini. Karena itu doa dan bimbingan kolega senior itu sangat penting.

Bulan depan, semoga mereka mengirimi aku ulos suri-suri yang sudah dipermak jadi jas atau dasi sebagai balasan dari kaus itu. Boleh kan berharap begitu?

No comments:

Post a Comment