Puasa pada masa Prapaska pada hakikatnya adalah mengembalikan kesadaran umat kepada tujuan dan makna hidup yang sesungguhnya. Kesadaran diri itu dinyatakan melalui pertobatan, diantaranya melalui puasa. Dengan demikian diharapkan dapat terjalin kembali komunikasi dengan Allah.
Kesadaran diri tersebut dilandasi oleh sikap iman, yaitu bahwa pada hakikatnya Allah adalah pengasih, penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia (bdk. Yun. 4:2b). Pastilah Allah berkenan mengasihi dan mengampuni orang yang merendahkan diri di hadapanNya.
Itu sebabnya ibadah puasa kemudian dijadikan bagian liturgi yang dilaksanakan secara khusus dan berkala setiap tahun. Dengan demikian, umat dapat secara teratur menghayati keberadaannya yang membutuhkan pengampunan Allah.
Ibadah Rabu Abu sebagai awal dari masa Prapaska ditandai dengan puasa selama 40 hari. Di sini puasa dihayati selain sebagai ibadah rutin, juga menjadi rangkaian ibadah yang membebaskan dari belenggu kelemahan diri dan dosa.
Puasa dengan demikian berperan juga sebagai media perjumpaan Allah dan umat yang telah ditransformasikan untuk melakukan kasih dan keadilan. Allah memanggil umat untuk memberlakukan puasa sebagai media transformasi yang sifatnya memerdekakan setiap sesama yang menderita. (Yes. 58:6-7).
Beberapa pertanyaan sederhana berikut ini, akan menjawab seberapa mendalam dan serius kita memaknai dan menghayati puasa dalam mentransformasi diri sebagai pelaku kasih dan keadilan:
Apakah puasa makin mendorong atau memotivasi diri kita untuk peduli dengan mereka yang lapar, miskin, putus-asa?
Apakah kita mau membebaskan diri dari zona aman (comfort zone), sehingga kita sungguh-sungguh mampu bersikap konsisten untuk membela hak orang yang tertindas dan teraniaya?
Bagaimana Cara Berpuasa
Puasa Prapaska sangat menekankan substansi. Oleh karena itu bentuk-bentuk puasa yang disarankan sangat beragam dan diserahkan kepada pribadi masing-masing. Yang penting adalah penghayatannya.
Kita boleh menentukan sendiri jenis dan bentuk puasanya. Hanya makan sayur, tidak makan, tidak makan dan tidak minum, puasa dengan berpantang kebiasaan buruk seperti ; tidak merokok, tidak berjudi, amarah, dll?.
Atau puasa dengan berpantang hal-hal yang sangat disukai seperti; memakan makanan kesukaan, dll. Mengisi waktu dengan berdoa, membaca alkitab, memuji Tuhan, dan bersedekah.
Tentukan sendiri pula jangka waktunya: 8 jam, 1 hari, 1 hari 1 malam, 3 hari, 7 hari, 40 hari, dst.
Selamat berpuasa.
(Disajikan pada Seri Pembinaan Warta Jemaat 22 Februari 2015. Dihimpun dari bahan Prapaska GKI Sarua Indah)
No comments:
Post a Comment