Ketika kereta berhenti di satu stasiun berikutnya, Stasiun Cawang, beberapa orang penumpang naik. Aku yang dari tadi berusaha memejamkan mata sambil menyimak lagu-lagu Celtic Woman melalui earphone yang menempel di kedua telinga, terkesima ketika membuka mata dan melihat perempuan di seberang tempatku duduk. Ia tampaknya baru naik. Wajahnya bertutup masker warna hijau telur, tetapi bukan itu yang menarik perhatianku. Yang mengejutkanku ialah 'lukisan' hitam di dahinya yang berbentuk salib. Mungkin terbuat dari jelaga, dioleskan dengan jari telunjuk sehingga tampak tebal dan pekat.
Aku ingat ini adalah Hari Rabu Abu.
Aku menoleh kepada ibu itu. Aku memberi tanda bahwa ada sesuatu di dahinya. Aku menggerakkan tangan ke dahiku, memberi isyarat dengan menyilangkan telunjuk. Siapa tahu dia terlupa untuk menghapusnya, pikirku.
Ibu itu mengangguk. Dan di balik masker hijau telurnya, aku tahu dia tersenyum. Walau dia sudah tahu isyaratku, tetapi dia tidak menghapus tanda hitam di dahinya. Pertanda ia memang dengan sengaja ingin membawa tanda hitam itu sampai ke rumahnya.
Di Stasiun Manggarai, beliau turun. Sebelum beranjak, ia mengangguk ke arahku.
Aku pun teringat pada pesan bbmku tadi sore kepada teman-teman majelis di gereja kami. Bahwa diriku tidak bisa mengikuti ibadah Rabu Abu malam ini. Tapi di kereta ini, hatiku tetap bersama mereka. Dalam spirit pertobatan Rabu Abu.
No comments:
Post a Comment