tadi
pagi saya mendapat tugas mendampingi guru-guru sekolah minggu di kelas
balita. sungguh pengalaman yang menarik. mereka adalah anak-anak yang
ceria, percaya diri dan jujur mengungkapkan isi hatinya, termasuk yang
mereka sukai atau tidak mereka sukai. dan saya mendapat kesan, mereka
berhadapan dengan guru-guru yang cekatan pula, mampu mengendalikan dan
mengelola mereka sehingga perjumpaan pada pagi itu adalah perjumpaan
yang menyenangkan.
guru mereka berkisah tentang perjalanan yesus selama di dunia. dikemukakan bahwa yesus membantu orang miskin. menghibur orang yang susah. menyembuhkan orang sakit.
"apakah orang yang cacingan disembuhkan tuhan yesus juga kak?" celutuk salah seorang diantara mereka, seorang pria, bernama alex.
sejenak hening karena gurunya tak menduga pertanyaan itu. tetapi dengan segera dijawab, "ya, yang cacingan juga disembuhkan."
maka tampak lah wajah lega seluruh anak-anak itu. saya tidak tahu apakah diantara mereka atau teman mereka ada yang mendapat vonis dari dokter atau orang tua mereka menderita cacingan. bahwa seorang anak yang sangat bersemangat seperti alex, perlu menanyakan apakah cacingan termasuk yang disembuhkan yesus, pastilah sesuatu yang penting bagi dia, dan bahkan mungkin mengganggu pikirannya selama ini. dan ia lega, karena yesus menyembuhkan orang yang cacingan.
ketika salah seorang dari antara anak itu hendak pergi keluar ruangan --untuk kesekian kalinya -- guru mencegat dan bertanya, mau apa pergi keluar melulu. lalu dijawab hendak buang air kecil. maka salah seorang dari antara anak-anak itu berujar, "jangan bohong lo...... ini gereja lho, bukan di sekolah, bukan di rumah. di gereja jangan bohong, dosa lo...."
saya tertawa mendengar perkataan itu. dalam hati saya berpikir, itu pasti bukan kata-kata yang terdorong dari hati anak-anak itu. pasti ia pernah mendengar orang dewasa berkata begitu. bahwa di gereja tidak boleh bohong sedangkan di rumah boleh. sebuah dikotomi yang salah. tapi bukankah kita orang dewasa juga yang membuat pengkotak-kotakan semacam itu, seolah-olah gereja adalah rumah tuhan, sedangkan rumah yang kita tinggali rumah manusia?
tatkala guru bercerita tentang kenaikan yesus ke surga, guru bertanya, bagaimana perasaan para murid-muridnya ketika yesus berpamitan akan naik ke surga, apakah mereka sedih?
spontan anak-anak itu berkata, ya, murid-murid itu sedih. saya juga di dalam hati, berpihak kepada anak-anak itu. siapa yang tidak sedih ditinggal orang yang paling kita kasihi?
tetapi guru mereka berkata, tidak, murid-murid yesus tidak sedih. sebab mereka sudah dipersiapkan sejak lama, bahwa yesus akan naik ke surga dan meninggalkan mereka. ehm. saya jadi malu dan garuk-garuk kepala.
satu adegan yang mengharukan bagi saya adalah ketika salah seorang dari antara anak-anak itu, seorang perempuan bersuara lirih, didaulat berdoa untuk kolekte yang telah terkumpul. dia memulai doanya dengan lancar, tetapi di kalimat kedua, ia tersendat.pada saat itulah secara beramai-ramai teman-temannya --dengan mata tetap terpejam -- membantunya melanjutkan doa dengan mengucapkan kata-kata untuk diucapkan kembali si pemimpin doa. Doa persembahan itu pun akhirnya berjalan sukses.
di akhir ibadah sekolah minggu balita itu, saya akhirnya berkesimpulan, perilaku kolektif kita orang dewasa ketika beribadah di dalam gereja, ternyata tidak berbeda jauh-jauh dengan perilaku kolektif para anak-anak balita ini. bila ada anak-anak itu yang gelisah ketika ia tidak tertarik mendengarkan khotbah, bila diantara anak-anak itu memilih berbisik-bisik manakala bertemu teman baru, bila anak-anak itu berkali-kali keluar masuk dengan alasan ke kamar mandi, di dalam ibadah umum yang diikuti orang-orang dewasa pun kita menemukannya juga. hanya saja orang dewasa lebih mampu memperhalus atau menyembunyikannya. sedangkan anak-anak ini, dengan spontan saja melakukannya.
ketika mereka akan pulang, satu per satu anak-anak itu berpamitan kepada guru-guru mereka dengan cara berpelukan. sungguh akrab. seperti anak-anak dengan ibu mereka. alangkah manisnya. bila ada diantara anak-anak itu sempat kena 'damprat' selama ibadah karena superbandel, semua dampratan dan luka karena dampratan itu ludes dan lenyap sudah dengan pelukan di akhir ibadah.
terpujilah tuhan untuk pagi yang indah hari ini.
guru mereka berkisah tentang perjalanan yesus selama di dunia. dikemukakan bahwa yesus membantu orang miskin. menghibur orang yang susah. menyembuhkan orang sakit.
"apakah orang yang cacingan disembuhkan tuhan yesus juga kak?" celutuk salah seorang diantara mereka, seorang pria, bernama alex.
sejenak hening karena gurunya tak menduga pertanyaan itu. tetapi dengan segera dijawab, "ya, yang cacingan juga disembuhkan."
maka tampak lah wajah lega seluruh anak-anak itu. saya tidak tahu apakah diantara mereka atau teman mereka ada yang mendapat vonis dari dokter atau orang tua mereka menderita cacingan. bahwa seorang anak yang sangat bersemangat seperti alex, perlu menanyakan apakah cacingan termasuk yang disembuhkan yesus, pastilah sesuatu yang penting bagi dia, dan bahkan mungkin mengganggu pikirannya selama ini. dan ia lega, karena yesus menyembuhkan orang yang cacingan.
ketika salah seorang dari antara anak itu hendak pergi keluar ruangan --untuk kesekian kalinya -- guru mencegat dan bertanya, mau apa pergi keluar melulu. lalu dijawab hendak buang air kecil. maka salah seorang dari antara anak-anak itu berujar, "jangan bohong lo...... ini gereja lho, bukan di sekolah, bukan di rumah. di gereja jangan bohong, dosa lo...."
saya tertawa mendengar perkataan itu. dalam hati saya berpikir, itu pasti bukan kata-kata yang terdorong dari hati anak-anak itu. pasti ia pernah mendengar orang dewasa berkata begitu. bahwa di gereja tidak boleh bohong sedangkan di rumah boleh. sebuah dikotomi yang salah. tapi bukankah kita orang dewasa juga yang membuat pengkotak-kotakan semacam itu, seolah-olah gereja adalah rumah tuhan, sedangkan rumah yang kita tinggali rumah manusia?
tatkala guru bercerita tentang kenaikan yesus ke surga, guru bertanya, bagaimana perasaan para murid-muridnya ketika yesus berpamitan akan naik ke surga, apakah mereka sedih?
spontan anak-anak itu berkata, ya, murid-murid itu sedih. saya juga di dalam hati, berpihak kepada anak-anak itu. siapa yang tidak sedih ditinggal orang yang paling kita kasihi?
tetapi guru mereka berkata, tidak, murid-murid yesus tidak sedih. sebab mereka sudah dipersiapkan sejak lama, bahwa yesus akan naik ke surga dan meninggalkan mereka. ehm. saya jadi malu dan garuk-garuk kepala.
satu adegan yang mengharukan bagi saya adalah ketika salah seorang dari antara anak-anak itu, seorang perempuan bersuara lirih, didaulat berdoa untuk kolekte yang telah terkumpul. dia memulai doanya dengan lancar, tetapi di kalimat kedua, ia tersendat.pada saat itulah secara beramai-ramai teman-temannya --dengan mata tetap terpejam -- membantunya melanjutkan doa dengan mengucapkan kata-kata untuk diucapkan kembali si pemimpin doa. Doa persembahan itu pun akhirnya berjalan sukses.
di akhir ibadah sekolah minggu balita itu, saya akhirnya berkesimpulan, perilaku kolektif kita orang dewasa ketika beribadah di dalam gereja, ternyata tidak berbeda jauh-jauh dengan perilaku kolektif para anak-anak balita ini. bila ada anak-anak itu yang gelisah ketika ia tidak tertarik mendengarkan khotbah, bila diantara anak-anak itu memilih berbisik-bisik manakala bertemu teman baru, bila anak-anak itu berkali-kali keluar masuk dengan alasan ke kamar mandi, di dalam ibadah umum yang diikuti orang-orang dewasa pun kita menemukannya juga. hanya saja orang dewasa lebih mampu memperhalus atau menyembunyikannya. sedangkan anak-anak ini, dengan spontan saja melakukannya.
ketika mereka akan pulang, satu per satu anak-anak itu berpamitan kepada guru-guru mereka dengan cara berpelukan. sungguh akrab. seperti anak-anak dengan ibu mereka. alangkah manisnya. bila ada diantara anak-anak itu sempat kena 'damprat' selama ibadah karena superbandel, semua dampratan dan luka karena dampratan itu ludes dan lenyap sudah dengan pelukan di akhir ibadah.
terpujilah tuhan untuk pagi yang indah hari ini.
No comments:
Post a Comment