Kamis
malam kemarin aku dan istri menjemput pendeta yang akan melayani PA di
sekretariat gereja. Dari sana kami berangkat menuju rumah anggota jemaat
yang jadi tuan rumah PA. Sebetulnya tidak jauh, tapi karena aku belum
pernah ke rumah itu, sementara kompleks perumahan yang kami tuju banyak
persimpangannya, kami terpaksa harus menduga-duga mencari alamat yang
dimaksud.
Akhirnya di tengah jalan kami berpapasan dengan seorang bapak bersama anaknya yang masih kecil. Mereka mengendarai sepeda motor yang berjalan perlahan. Kami pun bertanya kepada beliau dimana Jalan Pinang, alamat yang akan kami tuju.
Mula-mula ia menjelaskan dengan panjang lebar, tetapi tampaknya ia tidak yakin kami bisa mengikuti keterangannya. Akhirnya dengan senyum dia berkata, "Ayo Pak, ikut saya saja, nanti saya tunjukkan." Ia pun membalik arah sepeda motornya dan kami mengekor di belakangnya.
Di dalam mobil, saya berkata kepada Pak Pendeta. "Pak, tiap kali saya nyasar, belum pernah ada orang yang kasih petunjuk dengan langsung memandu sampai ke tempat tujuan seperti ini. Ini pasti karena di dalam mobil ini ada Pak Pendeta, utusan Tuhan," kataku.
Pak Pendeta tersenyum.
***
Kemarin sepulang dari gereja setelah membayar ini-itu di ATM BCA Indomaret, saya bergegas pulang. Kira-kira 30 menit setelah berada di rumah, aku baru menyadari ponselku tidak ada di saku. Rupanya tertinggal di ATM itu. Aku buru-buru kesana tetapi sudah raib.
Sial dan sedih rasanya. Baru saja berdoa dan bernyanyi senang-senang di gereja, kok sudah ada bencana.
Di rumah, Amartya dan ibunya seakan masih tak percaya dan menyuruhku mencari di sana-sini, siapa tahu terselip. Tapi tetap nihil hasilnya. Ketika kami menghubungi ponselku itu, ternyata sudah off. Dikirimi BBM juga tak ada tanda delivered.
Oalah. Aku terpaksa pergi menghadiri rapat Persidangan Majelis Jemaat (PMJ) di sekretariat gereja dengan perasaan tak menentu.
Namun, di tengah rapat itu, istriku menelepon. Ia mengabarkan bahwa ternyata bbm yang dia kirimkan ke ponselku yang hilang, kini mendapat balasan. Rupanya yang menemukan ponsel itu tidak tega membaca isi BBM istriku yang berbunyi, "Siapapun yang menemukan ponsel ini, tolong kembalikanlah. Harganya tidak seberapa, tapi sangat penting bagi kami."
Si penemu ponsel itu membalas bahwa ponsel dapat diambil di rumahnya. Lalu ia menyebut alamat rumahnya, yang terletak di depan sebuah mushola, di sebuah jalan kecil bernama Gang Sukma, tak jauh dari perumahan kami.
Mendengar kabar itu, aku segera minta izin meninggalkan rapat sebentar. Kupacu sepeda motorku ke alamat yang dimaksud. Mushola itu berada di dekat pemakaman yang sepi. Sempat aku ragu jangan-jangan aku hanya ditipu. Tapi kemudian di depan Mushola kulihat terdapat rumah berpagar kuning, seperti yang sudah dipesankan penemu ponsel tentang ciri-ciri rumahnya. Aku memasuki rumah itu, dan di sana telah menunggu sepasang suami-istri.
Mereka segera menyerahkan ponselku dengan wajah yang penuh permakluman, melihat raut mukaku yang mungkin terlihat lega dari kepanikan.
Dalam hati aku berkata, "pastilah mushola di dekat rumah mereka memberi inspirasi kepada keluarga ini untuk menjadi orang yang penolong dan jadi berkat bagi orang lain."
Akhirnya di tengah jalan kami berpapasan dengan seorang bapak bersama anaknya yang masih kecil. Mereka mengendarai sepeda motor yang berjalan perlahan. Kami pun bertanya kepada beliau dimana Jalan Pinang, alamat yang akan kami tuju.
Mula-mula ia menjelaskan dengan panjang lebar, tetapi tampaknya ia tidak yakin kami bisa mengikuti keterangannya. Akhirnya dengan senyum dia berkata, "Ayo Pak, ikut saya saja, nanti saya tunjukkan." Ia pun membalik arah sepeda motornya dan kami mengekor di belakangnya.
Di dalam mobil, saya berkata kepada Pak Pendeta. "Pak, tiap kali saya nyasar, belum pernah ada orang yang kasih petunjuk dengan langsung memandu sampai ke tempat tujuan seperti ini. Ini pasti karena di dalam mobil ini ada Pak Pendeta, utusan Tuhan," kataku.
Pak Pendeta tersenyum.
***
Kemarin sepulang dari gereja setelah membayar ini-itu di ATM BCA Indomaret, saya bergegas pulang. Kira-kira 30 menit setelah berada di rumah, aku baru menyadari ponselku tidak ada di saku. Rupanya tertinggal di ATM itu. Aku buru-buru kesana tetapi sudah raib.
Sial dan sedih rasanya. Baru saja berdoa dan bernyanyi senang-senang di gereja, kok sudah ada bencana.
Di rumah, Amartya dan ibunya seakan masih tak percaya dan menyuruhku mencari di sana-sini, siapa tahu terselip. Tapi tetap nihil hasilnya. Ketika kami menghubungi ponselku itu, ternyata sudah off. Dikirimi BBM juga tak ada tanda delivered.
Oalah. Aku terpaksa pergi menghadiri rapat Persidangan Majelis Jemaat (PMJ) di sekretariat gereja dengan perasaan tak menentu.
Namun, di tengah rapat itu, istriku menelepon. Ia mengabarkan bahwa ternyata bbm yang dia kirimkan ke ponselku yang hilang, kini mendapat balasan. Rupanya yang menemukan ponsel itu tidak tega membaca isi BBM istriku yang berbunyi, "Siapapun yang menemukan ponsel ini, tolong kembalikanlah. Harganya tidak seberapa, tapi sangat penting bagi kami."
Si penemu ponsel itu membalas bahwa ponsel dapat diambil di rumahnya. Lalu ia menyebut alamat rumahnya, yang terletak di depan sebuah mushola, di sebuah jalan kecil bernama Gang Sukma, tak jauh dari perumahan kami.
Mendengar kabar itu, aku segera minta izin meninggalkan rapat sebentar. Kupacu sepeda motorku ke alamat yang dimaksud. Mushola itu berada di dekat pemakaman yang sepi. Sempat aku ragu jangan-jangan aku hanya ditipu. Tapi kemudian di depan Mushola kulihat terdapat rumah berpagar kuning, seperti yang sudah dipesankan penemu ponsel tentang ciri-ciri rumahnya. Aku memasuki rumah itu, dan di sana telah menunggu sepasang suami-istri.
Mereka segera menyerahkan ponselku dengan wajah yang penuh permakluman, melihat raut mukaku yang mungkin terlihat lega dari kepanikan.
Dalam hati aku berkata, "pastilah mushola di dekat rumah mereka memberi inspirasi kepada keluarga ini untuk menjadi orang yang penolong dan jadi berkat bagi orang lain."
No comments:
Post a Comment