Sewaktu Persidangan Majelis Jemaat (PMJ) tadi siang, Pnt Marino dan kawan-kawan membawakan kami para koleganya ole-oleh dari Persidangan Majelis Klasis Jakarta Dua (Kajadu). Olle-ole itu sangat berharga, menurutku, yaitu sebuah makalah yang ditulis oleh Pdt Wisnu Sapto Nugroho dari Lembaga Pembinaan dan Pengaderan Sinode (LPPS) GKJ-GKI SW Jateng. Judulnya ialah Gereja yang Apresiatif.
Istilah Gereja yang Apresiatif ini belakangan ini memang sedang tren. Intinya, kalau aku tak salah, perubahan paradigma pendekatan dari yang sebelumnya Strenght, Weakness, Opportunty, Threat (SWOT) menjadi Strength, Opportunity, Aspirations, Result (SOAR). Melalui pendekatan SOAR, kita tidak menekankan dan larut pada memperbaiki apa yang kita anggap weakness, tetapi justru berfokus pada hal-hal yang patut diapresiasi yang ada pada jemaat. Karena itu penting untuk menggali aspirasi jemaat.
Salah satu yang menarik dari makalah itu (dari hal menarik dan penting lainnya) ialah tentang rumusan tujuan gereja. secara umum yang disampaikan pada makalah itu. Dia merumuskannya dengan begini:
INTIM: persekutuan yang hidup dalam pergaulan tersembunyi (intim) dengan Allah;
HANGAT: kehidupan bersama umat (persekutuan) yang saling mengasihi, saling peduli, saling membantu satu sama lain.
PEDULI: bersedia, dan sanggup terlibat dalam masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Rumusan tujuan bergereja ini, menurutku sangat membumi dan sangat dekat dengan apa yang menjadi aspirasi jemaat. Melalui perumusan ini, tampak jelas sekali bahwa Tuhan itu bekerja melalui manusia. Dan manusialah yang diharapkan mewujudkan mujizat Tuhan, bahkan mungkin manusia itu sendirilah mujizat itu.
Dengan tujuan bergereja yang demikian, kelihatan pertaliannya dengan pendekatan SOAR yang sangat menekankan pentingnya Aspirasi. Pada hakikatnya aspirasi di sini tentu berpijak dan bersumber dari jemaat sendiri. Artinya, aspirasi jemaat menjadi bagian penting untuk menentukan apa yang menjadi S dan O, untuk mencapai R.
Untuk itu, menurut Pdt Wisnu, gereja yang apresiatif menjadi penting karena dengan kehidupan yang saling mengapresiasi, tujuan ini lebih mudah dicapai ketimbang kehidupan bersama yang tidak saling mengapresiasi. Dengan pendekatan SOAR, memungkinkan memandang semua aspek dengan kaca mata apresiatif, sehingga seluruh organisasi bergerak maju menuju impian yang dicita-citakan (aspirations) menuju hasil yang direncanakan (Result). Dengan kehidupan yang saling mengapresiasi, tujuan itu dirasakan akan lebih mudah dicapai ketimbang kehidupan bersama yang tidak saling mengapresiasi.
Dari mana dasar teologi yang apresiatif itu, akan aku ceritakan lagi, setelah lebih khatam membaca makalah itu.
No comments:
Post a Comment