Tetapi segera kutemukan solusinya. Limabelas menit sebelum berangkat ke gereja, aku melihat tetangga depan rumah kami sedang asyik membersihkan kebun di samping rumahnya. Aku lantas menghampiri mereka, dan bertanya, apakah mereka punya peci. Tentu saja segera dijawab dengan anggukan, oleh Nyonya Jaim, nama tetangga kami itu.
Lalu dengan cepat ia menduga, "Mau dipakai ke gereja ya Pak?" tanyanya, mungkin karena melihatku sudah berpakaian rapi. "Ya, kataku."
Segera saja ia masuk ke dalam rumah, dan memberikan peci Pak Jaim. Dan Pak Jaim, seorang Sunda yang ramah dan suka tertawa itu, perawakannya persis seperti diriku. Tak heran bila peci itu juga pas benar dikepalaku. Aku berterimakasih kepada Ibu Jaim atas pertolongannya.
Di gereja, Pnt Marino sudah lebih dulu tiba. Ia berbusana lengkap dengan pecinya yang ada ornamennya.
Seusai ibadah, Ibu pendeta Yerusa Maria berkata, "Aku ingin berfoto dengan dua bapak yang berpeci ini...." Dan kami pun segera berdiri disamping beliau. Pnt Johannes Hutagalung, yang pada hari itu sebetulnya juga mengenakan peci bahkan lengkap dengan kacu merah putih, dengan senang hati menjepretkan kamera ponselnya.
Menurut catatan sejarah, pemuda-pemuda Kristen di awal kemerdekaan juga ikut bertempur melawan Belanda. Mereka membentuk kesatuan-kesatuan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan berbagai wilayah RI. Bisa disebut antara lain, Angkatan Pemuda Indonesia Ambon (API-Ambon) di Ambon, Pemuda Rakyat lndonesia Maluku (PRI-Maluku) di Surabaya, Pemuda Indonesia Maluku (PIM) di Yogyakarta, Persatuan Pemuda lndonesia di Ambon, Kebaktian Rakyat lndonesia Sulawesi (KRIS) di pulau Jawa, Pemuda Kristen Protestan Indonesia (PPKR) di Yogyakarta, Lasykar Sunda Kecil di Jakarta, Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI) di Jakarta, dan banyak lagi.
Merdeka!
No comments:
Post a Comment