25 October 2015

Keikutsertaan Anak dalam Perjamuan Kudus

Jack Seymor mendefinisikan pendidikan Kristjiani sebagai “Suatu percakapan untuk kehidupan, suatu pencarian untuk menggunakan sumber-sumber iman dan tradisi-tradisi budaya untuk bergerak ke arah masa depan yang terbuka terhadap keadilan dan pengharapan.  Pendidikan Kristiani bukan sekadar mengajarkan dan menghafalkan serta mengulang-ulang statement atau kalimat-kalimat pernyataan iman dari orang-orang Kristen abad lamapu, menghafal ayat-ayat dan cerita-cerita Alkitab. Pendidikan Kristiani mempertemukan sumber-sumber iman (Alkitab, Ajaran dan tradisi gereja) dengan tradisi budaya (tidak hanya budaya suku-suku, tapi cara hidup atau budaya masa kini), untuk melakukan pembaharuan ke arah masa depan yang lebih sesuai dengan pemerintahan Allah.

Memakai pemikiran Seymour, keikutsertaan anak dalam perjamuan kudus sebagai bagian dari pendidikan Kristiani dapat dilihat dari pendekatan komunitas iman. Pendekatan komunitas iman bertujuan mengembangkan komunitas-komunitas yang mempromosikan perkembangan manusia yang otentik dan membantu individu-individu membentuk komunitas.  Komunitas-komunitas itu tidak hanya sekadar berkumpul dan melakukan sharing, namun bersama-sama melayani dan melakukan proses aksi-refleksi dan seterusnya. Dari proses inilah iman individu bertumbuh.

Komunitas memegang peranan penting dalam pertumbuhan iman setiap orang. Seluruh komunitas adalah pendidik dan setting pendidikan Kristiani, agar anak dapat bertumbuh sebagai orang Kristen dalam komunitas. Bahkan komunitas itu ada bukanlah untuk diri sendiri, melainkan untuk melayani dan menjadi berkat bagi orang lain.

Dilihat dari pendekatan ini, semestinya baptis anak tidak hanya penting bagi anak itu sendiri, melainkan bagi seluruh komunitas. Dengan dibaptis anak, seseorang menjadi bagian dari komunitas, memberikan kontribusi bagi komunitas dan kehadiranya itu ikut menentukan wujud komunitas.

Orang tua membaptis  anak berdasarkan ikatan perjanjian keselamatan. Kis 2:38-39 sering dipakai sebagai dasar: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita.”

Jadi anak pun menerima janji keselamatan dari Tuhan. Sehingga anak yang orang tuanya menerima janji keselamatan juga menerima janji yang sama.  Dengan demikian anak adalah jemaat Tuhan dan masa kini gereja. Mereka bukan masa depan gereja yang baru memiliki hak penuh setelah sidi.

Pada saat membaptiskan anak-anaknya, orang tua berjanji untuk mendidik anak itu dalam iman kepada Tuhan. Jemaat pun berjanji untuk mendukung orang tua dan anak yang dibaptis itu agar menjadi anak Tuhan yang setia.  Bagaimana orang tua dan jemaat memegang janji itu? Sama seperti pada masa perjanjian lama, anak menjadi bagian yang sangat penting pada perayaan Paskah, demikian pula semestinya gereja menempatkan seorang anak dalam keluarga dan jemaat. Dengan keikutsertaan anak dalam perjamuan kudus berarti orang tua dan jemaat membimbing anak-anak bertumbuh dalam iman.

Keikutsertaan anak dalam perjamuan kudus memang merupakan hal yang baru bagi GKI, namun demikian bukan berarti hal yang baru adalah sesuatu yang sesat atau mengada-ada. Gereja kita menganut paham sebagai gereja reformed/reformasi, oleh sebab itu pembaharuan harus terus kita kembangkan menuju kepada kesempurnaan hidup di dalam Kerajaan Allah.

(Disajikan dalam Seri Pembinaan Warta Jemaat GKI Sarua Indah 25 Oktober 2015. Dipetik dan diringkas dari makalah “Keikutsertaan Anak dalam Perjamuan Kudus” yang dipresentasikan oleh Pdt Tabitha Kartika Christiani, Dosen Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana dalam Study PWG di LPP Sinode GKJ/GKI Jateng, 22 Maret 2012)

No comments:

Post a Comment