31 December 2013
God is at Home
tadi pagi bangun tidur, kucoba mengabadikan pemandangan ini dari balik
jendela rumah. daun-daun pohon mangga yang kuyup, tanah merah di
halaman yang basah dan jalan raya sepi yang bersih setelah semalaman
diguyur hujan. hujan yang tidak terlalu lebat tetapi stabil, suaranya
berdetak datar di genteng. seperti mengajak benak menghitung hari-hari
yang sudah lewat. tahun 2013 akan tuntas sebentar lagi.
29 December 2013
Makarios Bernyanyi
grup vokal ini bernama makarios. tadi menyumbangkan lagu sesudah
khotbah di gereja kami, gki sarua indah yang kecil nan sederhana itu.
makarios, manakala anggotanya lengkap, bisa berubah menjadi paduan
suara. namun karena kebanyakan jemaat sudah pada otw ke berbagai tujuan
jelang tahun baru, anggota makarios pun hanya tinggal yang tampil pada
pagi tadi.
amartya, putri kami, adalah salah satu anggotanya.
amartya, putri kami, adalah salah satu anggotanya.
23 December 2013
Koor di Malam Natal 2013
foto
ini satu-satunya yang sempat mengabadikan kami bertiga ketika merayakan
malam natal (24-12-2013) di gki sarua indah, yang hanya lima menit
perjalanan jaraknya dari rumah kami.
itu sungguh malam yang sibuk, tetapi penuh sukacita.
istriku yg selalu kusebut superchef karena hobinya memasak (mengaku fans berat phil collins sejak smp, tp suaranya menurutku pas-pasan) bersama diriku yang juga bersuara menyedihkan cemprengnya, ikut menggabungkan diri pada paduan suara gabungan gereja kami. dia di bagian alto, aku di tenor. kami bernyanyi dua lagu, dimana salah satu diantaranya mengiringi amartya, putri kami itu, bersama-sama dengan kawan-kawannya, menari sebagai malaikat pembawa kabar sukacita, dalam drama lima babak yg dmainkan sepanjang perayaan.
tapi yang lebih membuat kami sejak dari rumah deg-degan, ialah keikutsertaan-ku dalam drama itu. aku naik panggung di babak ketiga, berperan sebagai seorang suami yg marah-marah mendamprat seorang lelaki playboy yg mengganggu istrinya. itulah pertama kalinya aku bermain drama, sejak terakhir kali semasih kelas satu sma, pada natal di kampung kami sarimatondang tahun 80-an.
kurasa anak dan istriku pasti merah mukanya, melihat gaya akting ayah dan suaminya yang kampungan. tetapi puji tuhan, ketegangan selama berminggu-minggu sebelumnya usai dengan menyenangkan. paduan suara kami bernyanyi dengan mulus. tarian para malaikat mendamaikan dan menambah ceria. soal aktingku, tak usahlah diceritakan. yang penting cuaca malam itu terang, samasekali tidak hujan walaupun pada pagi sempat mendung. panggung dan tenda perayaan natal yang didirikan di halaman sekolah yang luas, ramai dihadiri jemaat.
seusai perayaan, aku masih sempat menghampiri termos berisi teh, yang senantiasa menghiasi setiap ibadah di gereja kami yang sederhana. puji tuhan pula, masih tersisa beberapa teguk, mengisi kerongkongan yang sedari tadi kering. juadah yang dibagi-bagikan seusai acara, kami bawa pulang.
di rumah, anak dan istriku masih berceloteh panjang lebar tentang perayaan natal yang baru saja kami hadiri. kritik terbesar diarahkan kepada ayah dan suami mereka, yang menurut mereka, overacting dalam memainkan peran pencemburu, kok sampai bawa-bawa golok segala.
sebelum tidur, kami baru menyadari di rumah kami tak menemukan apa-apa untuk makan malam, kecuali juadah yang kami bawa dari gereja. aku lalu teringat pada kesibukan bapak dan mamak dulu setiap kali natal tiba. pulang dari ibadah malam natal, kami pun tidak menemukan makanan apa-apa di rumah karena semua energi dihabiskan di gereja menyambut perayaan sekali setahun itu. tetapi kegembiraan bersama warga gereja lainnya rupanya sanggup membuat selera makan kami hidup, walaupun kemudian hanya makan dengan nasi putih setengah hangat dan ikan asin yang tinggal setengah badan.
inilah ceritaku. aku tak pandai menceritakan ulang kotbah pendeta di malam natal itu, yg sebetulnya sangat penting dan sarat pesan. namun karena takut salah hanya kisah sederhana ini yg bisa kubagikan. seraya berharap semoga panitia menyimpan satu dua foto kami bersama. pasti bapak dan mamak senang mengetahui anak-anaknya di rantau masih bisa menikmati kehangatan natal seperti mereka, walau tak bisa pulang pada natal kali ini.
itu sungguh malam yang sibuk, tetapi penuh sukacita.
istriku yg selalu kusebut superchef karena hobinya memasak (mengaku fans berat phil collins sejak smp, tp suaranya menurutku pas-pasan) bersama diriku yang juga bersuara menyedihkan cemprengnya, ikut menggabungkan diri pada paduan suara gabungan gereja kami. dia di bagian alto, aku di tenor. kami bernyanyi dua lagu, dimana salah satu diantaranya mengiringi amartya, putri kami itu, bersama-sama dengan kawan-kawannya, menari sebagai malaikat pembawa kabar sukacita, dalam drama lima babak yg dmainkan sepanjang perayaan.
tapi yang lebih membuat kami sejak dari rumah deg-degan, ialah keikutsertaan-ku dalam drama itu. aku naik panggung di babak ketiga, berperan sebagai seorang suami yg marah-marah mendamprat seorang lelaki playboy yg mengganggu istrinya. itulah pertama kalinya aku bermain drama, sejak terakhir kali semasih kelas satu sma, pada natal di kampung kami sarimatondang tahun 80-an.
kurasa anak dan istriku pasti merah mukanya, melihat gaya akting ayah dan suaminya yang kampungan. tetapi puji tuhan, ketegangan selama berminggu-minggu sebelumnya usai dengan menyenangkan. paduan suara kami bernyanyi dengan mulus. tarian para malaikat mendamaikan dan menambah ceria. soal aktingku, tak usahlah diceritakan. yang penting cuaca malam itu terang, samasekali tidak hujan walaupun pada pagi sempat mendung. panggung dan tenda perayaan natal yang didirikan di halaman sekolah yang luas, ramai dihadiri jemaat.
seusai perayaan, aku masih sempat menghampiri termos berisi teh, yang senantiasa menghiasi setiap ibadah di gereja kami yang sederhana. puji tuhan pula, masih tersisa beberapa teguk, mengisi kerongkongan yang sedari tadi kering. juadah yang dibagi-bagikan seusai acara, kami bawa pulang.
di rumah, anak dan istriku masih berceloteh panjang lebar tentang perayaan natal yang baru saja kami hadiri. kritik terbesar diarahkan kepada ayah dan suami mereka, yang menurut mereka, overacting dalam memainkan peran pencemburu, kok sampai bawa-bawa golok segala.
sebelum tidur, kami baru menyadari di rumah kami tak menemukan apa-apa untuk makan malam, kecuali juadah yang kami bawa dari gereja. aku lalu teringat pada kesibukan bapak dan mamak dulu setiap kali natal tiba. pulang dari ibadah malam natal, kami pun tidak menemukan makanan apa-apa di rumah karena semua energi dihabiskan di gereja menyambut perayaan sekali setahun itu. tetapi kegembiraan bersama warga gereja lainnya rupanya sanggup membuat selera makan kami hidup, walaupun kemudian hanya makan dengan nasi putih setengah hangat dan ikan asin yang tinggal setengah badan.
inilah ceritaku. aku tak pandai menceritakan ulang kotbah pendeta di malam natal itu, yg sebetulnya sangat penting dan sarat pesan. namun karena takut salah hanya kisah sederhana ini yg bisa kubagikan. seraya berharap semoga panitia menyimpan satu dua foto kami bersama. pasti bapak dan mamak senang mengetahui anak-anaknya di rantau masih bisa menikmati kehangatan natal seperti mereka, walau tak bisa pulang pada natal kali ini.
16 December 2013
Pendeta Menyamar
Dua
foto ini adalah foto orang yg sama. Namanya David Musselman, pendeta
gereja Mormon di Utah, AS. Dia punya ide unik utk perayaan Thanksgiving
Day di gerejanya. Ia menyewa seorang ahli make-up untuk mempermak wajah
dan penampilannya sehingga ia seperti gelandangan miskin (foto kanan).
15 December 2013
Tradisi Minum Kopi
ini suasana tadi pagi di gereja kami, gki sarua indah, ciputat.
aku tak pernah malu mengakui, salah satu momen paling kunanti-nanti setiap hari minggu ialah ketika ibadah usai, lalu setelah menyalami pendeta, satu per satu kami anggota jemaat menghampiri termos berisi teh dan kopi yang dipajang di halaman gereja. tiap orang mengisi gelasnya seperlunya (hampir tak seorang pun mengisinya dengan penuh). dan momen yang hanya beberapa menit itu terasa nikmat sekali. sambil bertukar sapa dengan sesama anggota jemaat lainnya, kami menyeruput kopi yang hanya tiga sampai empat teguk itu. priceless moment.
adakalanya muncul kejutan istimewa. seperti tadi pagi, ada tiga pasang orang tua yang membaptis putra-putri mereka. dan seusai ibadah, ternyata telah tersedia bihun goreng sambal kacang lengkap dengan kerupuknya. masing-masing orang mengambil yang jadi bagiannya.
setiap menikmati ini aku selalu berdoa dalam hati, seandainya suatu saat nanti kami sudah memiliki gedung gereja yang permanen, tidak lagi menumpang di sebuah sekolah seperti sekarang ini, kiranya tradisi minum kopi di halaman gereja tidak berubah. seandainya nanti jemaatnya pun bisa menjadi ribuan, kiranya kami dimampukan mencari cara kreatif sehingga kopi pagi itu tak perlu merepotkan.
bantu kami mendoakan ya?
aku tak pernah malu mengakui, salah satu momen paling kunanti-nanti setiap hari minggu ialah ketika ibadah usai, lalu setelah menyalami pendeta, satu per satu kami anggota jemaat menghampiri termos berisi teh dan kopi yang dipajang di halaman gereja. tiap orang mengisi gelasnya seperlunya (hampir tak seorang pun mengisinya dengan penuh). dan momen yang hanya beberapa menit itu terasa nikmat sekali. sambil bertukar sapa dengan sesama anggota jemaat lainnya, kami menyeruput kopi yang hanya tiga sampai empat teguk itu. priceless moment.
adakalanya muncul kejutan istimewa. seperti tadi pagi, ada tiga pasang orang tua yang membaptis putra-putri mereka. dan seusai ibadah, ternyata telah tersedia bihun goreng sambal kacang lengkap dengan kerupuknya. masing-masing orang mengambil yang jadi bagiannya.
setiap menikmati ini aku selalu berdoa dalam hati, seandainya suatu saat nanti kami sudah memiliki gedung gereja yang permanen, tidak lagi menumpang di sebuah sekolah seperti sekarang ini, kiranya tradisi minum kopi di halaman gereja tidak berubah. seandainya nanti jemaatnya pun bisa menjadi ribuan, kiranya kami dimampukan mencari cara kreatif sehingga kopi pagi itu tak perlu merepotkan.
bantu kami mendoakan ya?
Subscribe to:
Posts (Atom)