Puasa pada masa Prapaska pada hakikatnya adalah mengembalikan kesadaran umat kepada tujuan dan makna hidup yang sesungguhnya. Kesadaran diri itu dinyatakan melalui pertobatan, diantaranya melalui puasa. Dengan demikian diharapkan dapat terjalin kembali komunikasi dengan Allah.
22 February 2015
19 February 2015
Rabu Abu di Kereta
Tadi malam seperti biasa apabila mendapat giliran piket sore, aku
pulang dengan menumpang kereta dari stasiun Duren Kalibata pukul 21:25.
Kereta terakhir dari Bogor menuju stasiun Tanah Abang itu cukup lega,
Aku mendapat tempat duduk.
01 February 2015
Bertugas dengan Amartya
Tanpa direncanakan, tadi yang bertugas sebagai MC pada ibadah remaja
adalah Amartya, Sedangkan aku jadi pelayan firman. Ini sebetulnya hal
yang selalu sedapat mungkin kuhindari. Aku pasti akan kikuk, dia juga
kurasa akan demikian.
Gerakan Kharismatik
Gerakan Kharismatik dikenal juga dengan nama Pembaruan Kharismatik (Charismatic Renewal). Dari
Bahasa Yunani Charismata, artinya karunia-karunia Roh. Kharismatik bukan suatu gereja melainkan gerakan atau aliran yang banyak persamaannya dengan gereja Pentakosta.
Muncul menyebar secara luas pada tahun 1960-an, persiapannya sudah terlihat pada 1940-an. Gerakan ini timbul sebagai reaksi terhadap gereja yang mapan dan melembaga sehingga dianggap kurang dinamis.
Ada tiga periode perkembangan kharismatik: periode pertama (1960-1967) melanda gereja protestan. Periode kedua (1967-1977) melanda gereja katolik. Periode ketiga (1977-seterusnya) masa konsolidasi. Pada periode ini Kharismatik bergerak melalui wadah-wadah perhimpunan kharismatik. Televisi juga
mulai digunakan.
Plus-Minus Gerakan Kharismatik
Gerakan Kharismatik bersifat fleksibel dan inovatif terutama dalam manajemen dan bentuk-bentuk ibadah. Ia memberi kesadaran baru pada gereja-gereja yang sudah mapan, yang cenderung kaku dan lebih mementingkan rasio.
Kelemahananya adalah Gerakan Kharismatik sangat menekankan pengalaman rohani pribadi dari setiap orang yang bersifat subyektif. Hal ini membuat orang jatuh dalam sikap menormatifkan pengalaman subyektif tersebut. Artinya pengalaman seseorang dijadikan tolok ukur bagi orang lain. Seolah-olah setiap orang harus memiliki pengalaman rohani yang sama seperti yang dimiliki pemimpinnya.
Hal ini berisiko terjatuh kepada hyper-individualisme yaitu keadaan dimana individu menjadi sangat kurang peka terhadap pergumuman sesama.
Penekanan pada sikap individual yang berlebihan membuat gereja mudah terpecah dan rentan penyalah-gunaan wewenang. Kreativitas dan inovasi yang terlalu cepat di Gerakan Kharismatik juga sering memunculkan inkonsistensi dalam ajaran dan kebijakan pastoral.
Bagaimana sikap GKI terhadap Gerakan Kharismatik?
Tentu akan sangat baik apabila semua gereja, apapun denominasi atau alirannya bisa saling menghargai sebagai satu kesatuan tubuh Kristus. Dialog tanpa rasa curiga sangat penting.
(Disajikan pada Seri Pembinaan Warta Jemaat GKI Sarua Indah 1 Februari 2015. Dipetik dari www.suplemengki.com)
Bahasa Yunani Charismata, artinya karunia-karunia Roh. Kharismatik bukan suatu gereja melainkan gerakan atau aliran yang banyak persamaannya dengan gereja Pentakosta.
Muncul menyebar secara luas pada tahun 1960-an, persiapannya sudah terlihat pada 1940-an. Gerakan ini timbul sebagai reaksi terhadap gereja yang mapan dan melembaga sehingga dianggap kurang dinamis.
Ada tiga periode perkembangan kharismatik: periode pertama (1960-1967) melanda gereja protestan. Periode kedua (1967-1977) melanda gereja katolik. Periode ketiga (1977-seterusnya) masa konsolidasi. Pada periode ini Kharismatik bergerak melalui wadah-wadah perhimpunan kharismatik. Televisi juga
mulai digunakan.
Plus-Minus Gerakan Kharismatik
Gerakan Kharismatik bersifat fleksibel dan inovatif terutama dalam manajemen dan bentuk-bentuk ibadah. Ia memberi kesadaran baru pada gereja-gereja yang sudah mapan, yang cenderung kaku dan lebih mementingkan rasio.
Kelemahananya adalah Gerakan Kharismatik sangat menekankan pengalaman rohani pribadi dari setiap orang yang bersifat subyektif. Hal ini membuat orang jatuh dalam sikap menormatifkan pengalaman subyektif tersebut. Artinya pengalaman seseorang dijadikan tolok ukur bagi orang lain. Seolah-olah setiap orang harus memiliki pengalaman rohani yang sama seperti yang dimiliki pemimpinnya.
Hal ini berisiko terjatuh kepada hyper-individualisme yaitu keadaan dimana individu menjadi sangat kurang peka terhadap pergumuman sesama.
Penekanan pada sikap individual yang berlebihan membuat gereja mudah terpecah dan rentan penyalah-gunaan wewenang. Kreativitas dan inovasi yang terlalu cepat di Gerakan Kharismatik juga sering memunculkan inkonsistensi dalam ajaran dan kebijakan pastoral.
Bagaimana sikap GKI terhadap Gerakan Kharismatik?
Tentu akan sangat baik apabila semua gereja, apapun denominasi atau alirannya bisa saling menghargai sebagai satu kesatuan tubuh Kristus. Dialog tanpa rasa curiga sangat penting.
(Disajikan pada Seri Pembinaan Warta Jemaat GKI Sarua Indah 1 Februari 2015. Dipetik dari www.suplemengki.com)
Subscribe to:
Posts (Atom)