Dalam tulisannya yang berjudul Censura Morum, Prof. Decker seorang guru besar di The Protestant Reformed Seminary mengutip
bagian dari Tata Gereja pasal 81 dari Gereja-gereja Prostestan, yaitu:
“Pelayan firman, para penatua, dan diaken sebelum merayakan Perjamuan
Tuhan melakukan sensura-morum di antara mereka, dan dengan roh
persaudaraan menegur satu sama lain yang berkenaan dengan tugas
panggilan mereka”
(http://standardbearer.rfpa.org/articles/elders-and-censura-morum).
Pengajaran dalam Tata Gereja yang dikutip oleh Prof. Decker tersebut
sebenarnya berasal dari hasil persidangan gerejawi di Dordrecht yang
dibuat pada 1578, dan persidangan sinode di Middleburg pada 1581.
Pelaksanaan sensura morum juga disebut dengan censura fraternal (pengujian sebagai saudara). Yohanes Calvin, bapa reformator menasihati agar gereja-gereja Tuhan setidak-tidaknya melaksanakancensura morum minimum empat kali setahun. Materi sensura morum kepada
jemaat dan para pejabat gerejawi meliputi dua bagian, yaitu: pengajaran
dan kehidupan etis-moral. Dalam bukunya yang berjudulInstitutio (tulisan
Calvin yang telah diterjemahkan oleh BPK Gunung Mulia), Johanes Calvin
menyatakan: “Supaya Perjamuan Kudus dilayankan dengan cara yang paling
khidmat, itu hendaknya sering sekali disuguhkan kepada jemaat,
sekurang-kurangnya satu kali seminggu” (Calvin, 1980, 250). Dengan
demikian dalam pandangan Calvin setiap hari Minggu dilaksanakan
Perjamuan Kudus. [1]
27 March 2016
20 March 2016
Mengenal Alkitab Kita
Alkitab
Perjanjian Lama terdiri dari 39 kitab, sedang Alkitab Perjanjian Baru
mencakup 27 kitab. Ke-66 kitab itu adalah hasil karya lebih dari 40
penulis, dengan menggunakan tiga bahasa, yakni Ibrani, Yunani dan bahasa
Aram. Proses penulisan itu terbentang dalam suatu bingkai waktu yang
mencakup lebih dari 1.500 tahun.
Para penulis Alkitab itu bermukim di tiga benua, yakni Asia, Eropa dan Afrika Utara. Namun, mereka memberikan pesan-pesan yang sama konsistensinya, sungguh pun latar belakang para penulis itu sangat beranekaragam.
Para penulis Alkitab itu bermukim di tiga benua, yakni Asia, Eropa dan Afrika Utara. Namun, mereka memberikan pesan-pesan yang sama konsistensinya, sungguh pun latar belakang para penulis itu sangat beranekaragam.
13 March 2016
Tata Cara Pernikahan Gerejawi GKI
Pengertian
1. Pernikahan gerejawi adalah peneguhan dan pemberkatan secara gerejawi bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menjadi pasangan suami-istri dalam ikatan perjanjian seumur hidup, yang bersifat monogamis dan yang tidak dapat dipisahkan, berdasarkan kasih dan kesetiaan mereka di hadapan Allah dan jemaatNya.
2. Pernikahan gerejawi dilaksanakan dalam Kebaktian Peneguhan dan Pemberkatan Pernikahan di tempat kebaktian jemaat.
Syarat
1. Kedua atau salah satu calon mempelai adalah anggota sidi, kecuali yang diatur dalam peraturan mengenai pernikahan gerejawi dengan ketentuan khusus, yang tidak berada di bawah penggembalaan khusus.
1. Pernikahan gerejawi adalah peneguhan dan pemberkatan secara gerejawi bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menjadi pasangan suami-istri dalam ikatan perjanjian seumur hidup, yang bersifat monogamis dan yang tidak dapat dipisahkan, berdasarkan kasih dan kesetiaan mereka di hadapan Allah dan jemaatNya.
2. Pernikahan gerejawi dilaksanakan dalam Kebaktian Peneguhan dan Pemberkatan Pernikahan di tempat kebaktian jemaat.
Syarat
1. Kedua atau salah satu calon mempelai adalah anggota sidi, kecuali yang diatur dalam peraturan mengenai pernikahan gerejawi dengan ketentuan khusus, yang tidak berada di bawah penggembalaan khusus.
06 March 2016
LGBT dan Kisah Sodom dan Gomora
Ada banyak kalangan yang menafsirkan Kisah Sodom dan Gomora di Alkitab (Kej 19:4-8) sebagai penghakiman Tuhan terhadap Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender (LGBT). Penafsiran lebih jauh atas kisah Sodom dan Gomora sering memicu penghakiman ekstrem bahwa LGBT adalah pendosa akibat jatidirinya sebagai LGBT.
Penafsiran semacam itu telah banyak ditinjau dan diteliti kembali karena sering diwarnai oleh pemikiran sendiri (presuposisi). Sama halnya ketika Alkitab dulu dipakai melegalisasi sistem perbudakan, ketika digali ulang, orang menemukan bahwa teks-teks Alkitab tersebut telah ditafsirkan dan akhirnya gereja menolak perbudakan.
Subscribe to:
Posts (Atom)